Jumat, 16 April 2010

klinik property ; koja setelah membara sebuah pengalaman yang tidak perlu terjadi lagi

klinik property ; koja setelah membara sebuah pengalaman yang tidak perlu terjadi..

Setelah insiden tanggal 14 April 2010 di pagi hari hingga menjelang petang di lahan sekitar koja - tanjung priuk. dan seperti yang telah kita tahu pada akhirnya memakan korban jiwa dan korban luka hanya karena urusan intern yang tidak perlu dan sangat pribadi antara pihak owner dengan pihak buyer.

Penulis belum mendapat bahan / sumber untuk di bedah sampai detailnya, namun mari kita lihat sisi niat / motivasi kedua belah pihak ini.

pertama.
Tentunya pihak owner sepertinya ada niat untuk bersedia dimusyawarahkan jika ada back up dari lembaga atau pemerintah mengingat di lahan tersebut telah berdiri lama sebuah maqam yang di hormati sangat oleh kaum muslim dan sampai sekarang masih di ziarahi. Karena ini ada sebuah nilai historis dan dapat dibuktikan dengan nama Tanjung Priok.

kedua.
Tentunya pula pihak buyer juga mempunyai niat / motivasi untuk membeli dan bersedia membayar lahan tersebut - penulis belum mendapat info jelas luas berapa yang terkena dan batas batas yang mana yang akan "dibeli" oleh buyer, dan batas mana yang masih "dimiliki" ahli waris - bila ada kesepakatan dengan pihak pihak terkait mengenai masa depan maqam tersebut.

ketiga.
Bila terjadi perselisihan atau sengketa di pihak owner secara intern misalnya pembagian waris yang belum jelas maka untuk melanjuti kearah transaksi harus tidak dilanjutkan.
Atau bila surat legalitas masih belum memenuhi syarat sesuai dengan peraturan / undang undang yang berlaku maka harus di tertibkan dahulu. Dan menghentikan proses transaksi nya.
Atau bila ada case tertentu yang menyangkut kepentingan umum juga harus di musyawarahkan serta harus di dukung oleh suatu surat tertulis keputusan yang berkekuatan hukum.

Lanjuuuut...
klinik property ingin mengomentari mengenai apa yang telah dikatakan oleh presiden RI - "Saya minta status quo," kata Yudhoyono, dalam jumpa pers menjelang tengah malam. "Pilih cara atau pendekatan yang baik dalam melakukan penertiban meskipun secara hukum benar," katanya menegaskan - .

Perlu nya status quo yang dikatakan oleh presiden, klinik property berpendapat bahwa status quo itu hanya meredam keadaan dan bukan menghentikan proses transaksi yang seharusnya berjalan secara normal.
Padahal dalam hal ini sudah menjadi tugas nya BPN yang lebih berperan seperti yang tertuang dalam Kep Pres No 10 tahun 2006 tentang BPN dan Juk Nis Keputusan Kepala BPN No 37 Tahun 2007 mengenai penanganan dan penyelesaian masalah pertanahan.
Lalu bagaimana ini dapat sampai terjadi insiden? padahal peraturan sudah dibuat jauh sebelum ini terjadi, namun pelaksanaan nya masih belum terimplementasikan, seperti percuma.

Namun buat apa kita saling mencari kesalahan atas koja yang membara ? apakah kita rela akan ada koja koa lainnya ? sudah hilang kah nasionalisme kita ?
Ingat lagu kebangsaan kita yaa " Indonesia Tanah Airku TANAH Tumpah Darahku Disanalah aku Berdiri Jadi Pandu Ibuku . ."

Klinik property hanya menyarankan agar dibuat tim pengawas untuk mencari, mencatat, mendiskusikan lalu menerapkan... mau tahu caranya ???? Ikuti teruuusss blog ini yang selalu menjaga Tanah Air ini . .
" selamat jalan bagi yang telah berpulang saudaraku, semoga duka jangan ada lagi..."

Kamis, 15 April 2010

klinik property ; koja membara

klinik property ; koja membara, kisah tragis sebuah kasus pembebasan lahan. Siapa diuntungkan?

Koja pagi hari jam 9.00 tanggal 14 April 2010 akhirnya meletus dengan dahsyatnya.... para satpol pp diback up kepolisian kewalahan dan kalah jumlah dengan ribuan massa yang menunjukan keberingasannya... luar biasa... dan bisa di tebak siapa yang mendominasi keributan di Koja hari itu... dari pihak satpol pp dan back up nya mempunyai misi untuk dapat menguasai lahan seluas 5.4 Ha yang terdapat didalamnya ada sebuah makam yang di hormati oleh kaum muslim dan katanya merupakan kawasan cagar budaya yang dilindungi, karena yang di makamkan itu adalah tokoh yang siarkan agama Islam... otomatis massa yang menghuni daerah itu menjadi beringas dan tidak terima bila makam itu katanya mau di gusur untuk menjadi kepentingan Pelindo II selaku pemilik lahan tersebut... Maka benturan phisik pun terjadi di Koja...

Koja memang sudah menjadi lahan favorit oleh para investor lokal atau siapapun yang berkepentingan dengan bisnis pelabuhan dan penampungan gudang, apalagi pemerintah telah mengijinkan bahwa kawasan itu bisa beraktivitas 24 jam ini menunjukan suatu kegiatan bisnis yang menguntungkan... dan cepat berkembang... apalagi lahan makin terbatas pula.. kini harga jual permeter di kawasan itu bisa mencapai nilai rp.2.5 juta /meter persegi - legalitas lengkap.

Maka klinik property mencoba membedah kasus ini dari sisi pengalaman intern.
1. Bila memang Pelindo II sudah "memiliki lahan" tersebut, mengapa tidak ada pemberitahuan tertulis tegas dan jelas dengan menggunakan plank yang ditancapkan di lokasi bahwa lahan tersebut miliknya yang berdasarkan bukti pendukung. Dan tentunya lahan sudah dikuasai phisik. Dan tidak di biarkan ada hunian liar.

2. Bila masih terjadi kasus sengketa yang belum terselesaikan - dalam proses- dengan pihak yang bersengketa, mengapa tidak ada pemberitahuan tertulis tegas dan jelas dengan menggunakan plank yang ditancapkan di lokasi bahwa lahan tersebut masih dalam penyelesaian. Dan lahan dalam kondisi kosong dan bebas hunian.

3. Bila memang makam itu sudah dianggap cagar budaya, mengapa tidak ada pemberitahuan tertulis tegas dan jelas dengan menggunakan plank yang ditancapkan di lokasi bahwa lahan tersebut merupakan cagar budaya yang dilindungi yang berdasarkan keputusan pemerintah.

Nah bila ini seandainya ber jalan dan seiring dengan waktu pastinya akan ada reaksi. Bila reaksi itu segera bisa difasilitasi biasanya akan ada perundingan perundingan secara elegan dan bermartabat untuk mendapat solusi yang tepat dan dapat menghindari wacana keributan.

Jumat, 26 Maret 2010

klinik property ; Barang Milik Negara - Daerah

klinik property ;
MENGELOLA BARANG MILIK NEGARA
(THE STATE PROPERTY Of MANAGEMENT)


A. PENDAHULUAN

Barang Milik Negara/Daerah memiliki fungsi yang sangat strategis dalam penyelenggaraan pemerintahan tetapi dalam pelaksanaan pengelolaannya sarat dengan potensi konflik kepentingan. Ngak heran banyak para penghuninya yang menempati rumah dinas tanpa ada kejelasan status dan asal mula nya banyak di selewengkan oleh oknum untuk kepentingan sendiri yang nota bene itu jelas sekali milik Institusi Negara/Daerah.
Sehingga penghuni rumah dinas dapat memiliki dengan mengurus "IJIN" dalam bentuk surat yang seolah "RESMI". Padahal dalam peraturan dan aturan mainnya tidak demikian...

Nahhh Audiens KlinikProperty khan udah beredar ... blog ini untuk lebih menjelaskan seperti yang sudah dilaunch makanya ikuuuttin teruss yaaah...

klinikproperty mencatat dan investigasi mengenai kacau nya management logistik property nya...
Gambaran umum pengelolaan BMN/D selama ini adalah:
1. Belum lengkapnya data mengenai jumlah, nilai, kondisi dan status
kepemilikannya
2. Belum tersedianya database yang akurat dalam rangka penyusunan Neraca
Pemerintah.
3. Pengaturan yang ada belum memadai dan terpisah-pisah (Lampiran I).
4. Kurang adanya persamaan persepsi dalam hal pengelolaan BMN/D.


B. PENGATURAN PENGELOLAAN BMN SESUAI UU 1/2004 DAN UU 17/2003
Undang-undang No. 1 Tahun 2004 ini mengamanatkan pengelolaan BMN dituangkan dalam
bentuk Peraturan Pemerintah.
Adapun pokok-pokok pengaturan pengelolaan BMN
sesuai Undang-undang dimaksud meliputi hal-hal sebagai berikut:

1. Adanya pemisahan peran antara pengelola dan pengguna (pasal 42, 43, dan 44
UU No. 1/2004), yang selanjutnya perlu pengaturan yang jelas mengenai hak
dan kewajiban antara pengelola dan pengguna;

2. Barang Milik Negara yang diperlukan bagi penyelenggaraan tugas pemerintahan
negara/daerah tidak dapat dipindahkan (Pasal 45 ayat (1) UU No. 1 Tahun
2004). Dengan demikian, pemanfaatan BMN oleh pengguna diarahkan untuk
penyelenggaraan Tupoksi masing-masing.

3. Pemindahtanganan barang milik negara/daerah dilakukan dengan cara dijual,
dipertukarkan, dihibahkan, atau disertakan sebagai modal Pemerintah setelah
mendapat persetujuan DPR (Pasal 45 ayat (2) UU No. 1 Tahun 2004).

4. Persetujuan DPR sebagaimana dimaksud pada butir 3 di atas adalah untuk
pemindahtanganan BMN yang berupa tanah dan bangunan, dengan beberapa
pengecualian. Persetujuan DPR juga diperlukan untuk pemindahtanganan BMN
diluar tanah dan bangunan yang bernilai lebih dari Rp100.000.000.000,00
(seratus miliar rupiah). Sedangkan pemindahtanganan BMN diluar tanah dan
bangunan yang bernilai Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) sampai
dengan Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah) dilakukan setelah
mendapatkan persetujuan Presiden, dan yang bernilai sampai dengan
Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dilakukan setelah mendapatkan
persetujuan Menteri Keuangan (Pasal 46 UU No. 1 Tahun 2004).

5. Penjualan BMN prinsipnya dilakukan dengan cara lelang, kecuali dalam hal-hal
tertentu yang pengaturan lebih lanjut diatur dalam peraturan pemerintah
(Pasal 48 UU No. 1 Tahun 2004).

6. BMN yang berupa tanah yang dikuasai Pemerintah Pusat harus disertifikatkan
atas nama pemerintah Republik Indonesia yang bersangkutan (Pasal 49 ayat (1)
UU No. 1 Tahun 2004). Yang perlu diatur lebih lanjut adalah apakah sertifikasi
tanah tersebut atas nama Pemerintah RI atau atas nama Pemerintah RI c.q
Menteri Keuangan atau atas nama Pemerintah RI c.q. instansi/
kementerian/lembaga pengguna , karena masing-masing alternatif memiliki
implikasi yang berbeda. Demikian juga untuk sertifikasi tanah-tanah
pemerintah daerah. Dalam kaitannya dengan sertifikasi tanah dalam penjelasan
pasal 49 ayat (1) UU No. 1/2004 diamanatkan perlunya pengaturan pelaksanaan
oleh Menteri Keuangan selaku Bendaharawan Umum Negara berkoordinasi
dengan lembaga yang bertanggungjawab di bidang pertanahan;

7. Bangunan Milik Negara harus dilengkapi dengan bukti status kepemilikan dan
ditatausahakan dengan tertib (Pasal 49 ayat (2) UU No. 1/2004).

8. Khusus untuk tanah dan bangunan (pasal 49 ayat (3)) apabila tidak
dimanfaatkan untuk menunjang Tupoksi wajib diserahkan kepada Menteri
Keuangan.

9. BMN dilarang untuk diserahkan kepada pihak lain sebagai pembayaran atas
tagihan kepada pemerintah pusat atau pemerintah daerah, dilarang digadaikan
atau dijadikan jaminan untuk mendapatkan pinjaman, dan dilarang untuk
dilakukan penyitaan (Pasal 49 ayat (4) dan (5) serta pasal 50 huruf c dan d UU
No. 1 Tahun 2004).

10. Ketentuan mengenai pedoman teknis dan administrasi pengelolaan BMN diatur
dengan peraturan pemerintah (Pasal 49 ayat (6) UU No. 1 Tahun 2004).


C. BATASAN PENGATURAN DALAM RPP
1. Negara
Pengertian atau batasan ”Negara” dalam kata ”Barang Milik Negara (BMN)” adalah
Pemerintah RI, dalam arti kementerian negara/lembaga. Pengertian lembaga adalah
sebagaimana dimaksud dalam penjelasan pasal 6 ayat (2) huruf b UU No. 17/2003,
yaitu lembaga negara dan lembaga pemerintah nonkementerian negara.

2. Barang Milik Negara (BMN)
Yang dimaksud BMN sesuai dengan pasal 1 butir 10 UU No 1 Tahun 2004 adalah semua
barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBN atau berasal dari perolehan lainnya yang sah. BMN dimaksud dapat berada di semua tempat, tidak terbatas hanya yang ada pada kementerian/lembaga, namun juga yang berada pada Perusahaan Negara dan BMN atau bentuk-bentuk kelembagaan lainnya yang belum ditetapkanstatusnya
menjadi kekayaan negara yang dipisahkan. Sedangkan terhadap BMN yang statusnya
sudah ditetapkan menjadi kekayaan Negara yang dipisahkan diatur secara terpisah dari ketentuan ini.

Untuk barang-barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBN dapat lebih mudah
identifikasinya sebagai bagian dari BMN. Sedangkan untuk barang-barang yang berasal
dari perolehan yang sah perlu adanya batasan yang lebih jelas, mana yang termasuk
sebagai BMN. Dalam hal ini, batasan pengertian barang-barang yang berasal dari
perolehan yang sah adalah barang-barang yang menurut ketentuan perundangundangan,
ketetapan pengadilan, dan/atau perikatan yang sah ditetapkan sebagai
Barang Milik Negara .

3. Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah
Sesuai pasal 48 ayat (2) dan penjelasan atas pasal 49 ayat (6) UU No. 1 Tahun 2004,
ruang lingkup pengaturan pengelolaan BMN dalam Peraturan Pemerintah meliputi
penjualan barang melalui pelelangan dan pengecualiannya, perencanaan kebutuhan,
tata cara penggunaan, pemanfaatan, pemeliharaan, penatausahaan, penilaian,
penghapusan dan pemindahtanganan. Rumusan tersebut merupakan siklus minimal
atas seluruh mata rantai siklus pengelolaan barang milik negara/daerah (asset
management cycle).


D. LANDASAN PEMIKIRAN PENGELOLAAN BMN
Landasan-landasan pemikiran yang digunakan dalam pengaturan pengelolaan BMN
meliputi:

1. Landasan Filosofi
Hakekat BMN/D merupakan salah satu unsur penting penyelenggaraan pemerintahan
dalam kerangka NKRI untuk mencapai cita-cita dan tujuan berbangsa dan bernegara
sebagaimana diamanatkan dalam Pembukaan UUD 1945. Oleh karena itu, pengelolaan
BMN/D perlu dilakukan dengan mendasarkan pada perturan perundang-undangan yang
berlaku untuk menjamin tercapainya cita-cita dan tujuan dimaksud.

2. Landasan Operasional
Landasan Operasional Pengelolaan BMN/D lebih berkaitan dengan kewenangan institusi
atau Lembaga Pengelola/Pengguna Barang milik negara, yang dapat dikemukakan
sebagai berikut :

• Pengelolaan Kekayaan Negara yang bersumber pada pasal 33 ayat 3 UUD 1945
adalah Negara adalah badan penguasa atas barang negara dengan hak
menguasai dan bertujuan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Instansi
pengelolanya adalah instansi pemerintah departemen/LPND yang diberikan
wewenang untuk itu. Tanah oleh Badan Pertanahan Nasional, Tambang oleh
Departemen Sumber Daya Mineral dan Energi, laut dan kekayaannya oleh
Departemen Kelautan dan sebagainya. Pengaturan atas pengelolaan barang
milik negara dalam ruang lingkup ini telah diatur dalam berbagai undangundang.

• Pengelolaan Barang milik negara yang bersumber pada pasal 23 UUD 1945
adalah Negara sebagai Pemerintah Republik Indonesia yang dapat memiliki
barang atau sesuatu sebagai aset kekayaan pemerintah dengan tujuan untuk
menjalankan roda pemerintahan. Instansi pengelola adalah Presiden yang
didelegasikan kepada Menteri Keuangan dan instansi pengguna adalah
kementerian negara/lembaga.

3. Landasan Yuridis
Acuan dasar dalam pengelolaan BMN/D tertuang dalam UU No. 17 Tahun 2003 dan UU
No 1 Tahun 2004, khususnya Bab VII dan Bab VIII pasal 42 s/d pasal 50. Untuk itu
seluruh Peraturan Perundang-undangan yang ada perlu dikaji kembali termasuk
penerapannya untuk disesuaikan dengan acuan trsebut di atas.

4. Landasan Sosiologis
Rasa ikut memiliki ( sense of bilonging ) masyarakat terhadap BMN/D merupakan
wujud kepercayaan kepada pemerintah yang antara lain diwujudkan dalam bentuk
keterlibatannya dalam merawat dan mengamankan BMN/D dengan baik. Namun, masih
ditemui adanya pandangan sebagian anggota masyarakat bahwa BMN adalah milik
rakyat secara bersama, yang diwujudkan adanya usaha-usaha untuk memanfaatkan
dan memiliki BMN/D tanpa memperhatikan kaidah-kaidah hukum yang berlaku,
misalnya penguasaan, penyerobotan, atau penjarahan tanah-tanah negara. Pengaturan
yang memadai mengenai pengelolaan BMN/D antara lain diharapkan dapat
meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengamanan dan optimalisasi
pendayagunaan BMN/D dengan selalu mendasarkan pada kaidah-kaidah atau ketentuan
yang berlaku.

E. AZAS-AZAS PENGELOLAAN BMN
Pengelolaan BMN dilaksanakan dengan memperhatikan azas-azas sebagai berikut:

1. Azas fungsional
Pengambilan keputusan dan pemecahan masalah-masalah dibidang pengelolaan
BMN dilaksanakan oleh pengelola dan/atau pengguna BMN sesuai fungsi,
wewenang, dan tangung jawab masing-masing.

2. Azas kepastian hukum
Pengelolaan BMN harus dilaksanakan berdasarkan hukum dan peraturan
perundang-undangan, serta azas kepatutan dan keadilan.

3. Azas transparansi (keterbukaan)
Penyelenggaraan pengelolaan BMN harus transparan dan membuka diri
terhadap hak dan peran serta masyarakat dalam memperoleh informasi yang
benar dan keikutsertaannya dalam mengamankan BMN.

4. Efisiensi
Penggunaan BMN diarahkan sesuai batasan-batasan standar kebutuhan yang
diperlukan untuk menunjang penyelenggaraan Tupoksi pemerintahan secara
optimal.

5. Akuntanbilitas publik
Setiap kegiatan pengelolaan BMN harus dapat dipertaggungjawabkan kepada
rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara.

6. Kepastian nilai
Pendayagunaan BMN harus didukung adanya akurasi jumlah dan nominal BMN.
Kepastian nilai merupakan salah satu dasar dalam Penyusunan Neraca
Pemerintah dan pemindahtanganan BMN.

F. LINGKUP PENGATURAN PENGELOLAAN DALAM RPP
Untuk merumuskan siklus yang lebih lengkap, maka ruang lingkup Peraturan
Pemerintah tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah yang sedang dalam
proses pembahasan, yang khusus terkait dengan pengelolaan BMN meliputi:
1. Pengertian, maksud dan tujuan, asas-asas, lingkup BMN;
2. Pejabat pengelolaan BMN, yang berkedudukan sebagai pengelola, dan pengguna
BMN beserta hak dan kewajibannya);
3. Perencanaan Kebutuhan dan Pengadaan, yang terkait dengan perencanaan
kebutuhan BMN dan perolehan (kegiatan atau proses suatu kekayaan/barang
menjadi BMN), terutama yang berasal dari pengadaan;
4. Penguasaan, Penetapan Status dan Penggunaan, mengenai ketentuan
penetapan BMN pihak yang berhak menggunakan dan batasan hak, kewenangan
dan kewajiban dalam penggunaan BMN.
5. Pemanfaatan, yang berisi tentang ketentuan pemanfaatan BMN, pihak yang
berhak menentukan pemanfaatan BMN, dan batasan hak, kewenangan dan
kewajiban dalam pemanfaatan BMN;
6. Pengamanan, yang berisi tentang pengaturan pengamanan dari segi
administrasi, hukum dan fisik;
7. Penilaian, tentang ketentuan mengenai penilaian BMN dalam rangka
pemanfaatan, pemindahtanganan, dan pelaporan BMN;
8. Penghapusan, mengenai pertimbangan penghapusan, tindak lanjut
penghapusan, dan prosedur penghapusan;
9. Pemindahtangan, mengenai ketentuan-ketentuan mengenai penjualan,
pertukaran, hibah, penyertaan pemerintah atas BMN;
10. Penatausahaan, pengaturan tentang pendataan atas seluruh kekayaan yang ada
pada seluruh kementerian negara/lembaga baik di lingkungan Pemerintah Pusat
dan kekayaan yang ada pada pihak lain, misalnya BUMN dan Badan Usaha
lainnya; kegiatan pencatatan dan pembukuan; dan kegiatan pelaporan;
11. Pengawasan/Pengendalian, pengaturan tentang pengawasan atau pengendalian
atas penggunaan, pemanfaatan dan pemindahtanganan BMN;
12. Sanksi/Tuntutan Ganti Rugi terkait dengan pengelolaan BMN

G. TAHAP PENYELESAIAN PENYUSUNAN RPP
Tahap-tahap yang telah dilaksanakan dalam penyusunan RPP dimaksud meliputi:
1. Seminar ”Naskah Akademis”;
2. Menghimpun masukan-masukan dari nara sumber terkait;
3. Penyusunan pointers pengaturan di bidang pengelolaan BMN;
4. Drafting materi ke dalam RPP

Tahapan-tahapan berikutnya dalam penyelesaian RPP meliputi:
1. Penyelesaian drafting RPP dan penyempurnaan legal draftingnya
2. Seminar draft RPP
3. Penyeahan RPP kepada KPMK sampai dengan penyelesaian menjadi PP pada
Sekretariat Negara.

Senin, 25 Januari 2010

klinik property ; syarat untuk konsultasi

Yth Audiens. . .

Untuk lebih fokus atas konsultasi ini, klinik property akan menjawab via e mail yang audiens kirimkan. hascari@ymail.com
Dokter akan menjamin kerahasiaan pasien.

Terima kasih.

klinik property ; yang perlu diketahui persiapan dokumen apa aja sebelum kita ke BPN

Audiens yth,

Info skalee lagi yaa bagi yang pengen tahu standar dan prosedur untuk pengecekan sertipikat atau pengen tahu persiapan apa aja untuk transaksi atau urusan yang berbau property….
audiens, tolong siapkan syarat nya dulu yaaa bukan bakarin menyan atau datang ke mbah dukun minta mantra…
niihh baca deeeh biar nambah pinteer nya yaa dunk…..


1.PEMERIKSAAN (PENGECEKAN) SERTIPIKAT yang ente punya

PERSYARATAN
1. Sertipikat hak atas tanah /Sertipikat HMSRS
2. Foto copy identitas diri pemohon dan atau kuasanya yang dilegalisir oleh
pejabat yang berwenang.
3. Surat kuasa, jika permohonannya dikuasakan.
4. Surat permohonan dari:
a. PPAT untuk kegiatan peralihan/pembebanan hak dengan akta PPAT;
b. Pemegang hak atau oleh kuasanya untuk kegiatan penggantian
blanko lama dan pemecahan; atau
c. Kantor Lelang untuk kegiatan pelelangan umum.

BIAYA
Rp. 25.000/Sertipikat

WAKTU
Paling lama 1 (satu) hari


2.PERALIHAN HAK – akibat JUAL BELI ini kalo yang mau jual beli

PERSYARATAN
1. Surat :
a. Permohonan
b. Kuasa otentik, jika permohonannya dikuasakan *).
2. Sertipikat hak atas tanah/Sertipikat HMSRS.
3. Akta Jual Beli dari PPAT.
4. Fotocopy identitas diri pemegang hak, penerima hak dan atau kuasanya
yang dilegalisir oleh pejabat yang berwenang.
5. Bukti pelunasan : **)
a. BPHTB;
b. PPh Final.
6. Foto copy SPPT PBB tahun berjalan
7. Ijin Pemindahan Hak, dalam hal di dalam sertipikat/keputusannya
dicantumkan tanda yang menyatakan bahwa hak tersebut hanya boleh
dipindahtangankan apabila telah diperoleh ijin dari instansi yang
berwenang;

BIAYA
Rp. 25.000,-/Sertipikat

WAKTU
Paling Lama 5 (lima) hari


KETERANGAN
*) untuk daerah yang belum ada pejabat
publik yang berwenang untuk itu, dapat
menggunakan surat kuasa di bawah
tangan.
**) untuk yang terkena obyek BPHTB dan
atau PPh


3.PERALIHAN HAK – PEWARISAN bagi audiens yang dapat rejeki
nomplok . .
PERSYARATAN
1. Surat :
a. Permohonan,
b. Kuasa (jika yang mengajukan permohonan bukan ahli waris yang
bersangkutan).
2. Sertipikat hak atas tanah/sertipikat HMSRS.
3. Surat Keterangan Waris sesuai peraturan perundang-undangan
4. Fotocopy identitas diri dan KK dari para ahli waris dan penerima kuasa yang masih
berlaku yang dilegalisir oleh pejabat yang berwenang.
5. Foto copy SPPT PBB tahun berjalan.
6. Bukti pelunasan BPHTB, jika terkena/obyek BPHTB

BIAYA
Rp. 25.000,-/Sertipikat

WAKTU
Paling Lama 5 (lima) hari


4.PERALIHAN HAK – HIBAH

PERSYARATAN
1. Surat :
a. Permohonan.
b. Kuasa otentik, jika permohonannya dikuasakan*).
2. Sertipikat hak atas tanah/Sertipikat HMSRS.
3. Akta Hibah dari PPAT.
4. Fotocopy identitas diri pemegang hak, penerima hak dan atau kuasanya yang
dilegalisir oleh pejabat yang berwenang .
5. Bukti pelunasan**) :
a. BPHTB;
b. PPh Final
6. Foto copy SPPT PBB tahun berjalan
7. Ijin Pemindahan Hak, dalam hal di dalam sertipikat/keputusannya dicantumkan tanda
yang menyatakan bahwa hak tersebut hanya boleh dipindahtangankan apabila telah
diperoleh ijin dari instansi yang berwenang;

BIAYA
Rp. 25.000,-/Sertipikat

WAKTU
Paling Lama 5 (lima) hari

KETERANGAN
*) untuk daerah yang belum ada pejabat publik yang berwenang untuk itu, dapat
menggunakan surat kuasa di bawah tangan.
**) untuk yang terkena obyek BPHTB dan atau PPh.


5.PERALIHAN HAK – TUKAR MENUKAR

PERSYARATAN
1. Surat :
a. Permohonan;
b. Kuasa otentik, jika permohonannya dikuasakan*).
2. Sertipikat hak atas tanah/Sertipikat HMSRS
3. Akta Tukar Menukar dari PPAT.
4. Fotocopy identitas diri pemegang hak, penerima hak dan atau kuasanya yang
dilegalisir oleh pejabat yang berwenang
5. Bukti pelunasan **):
a. BPHTB;
b. PPh Final.
6. Foto copy SPPT PBB tahun berjalan.
7. Ijin Pemindahan Hak, dalam hal di dalam sertipikat/keputusannya dicantumkan tanda
yang menyatakan bahwa hak tersebut hanya boleh dipindahtangankan apabila telah
diperoleh ijin dari instansi yang berwenang.

BIAYA
Rp. 25.000,-/Sertipikat.

WAKTU
Paling Lama 5 (lima) hari.

KETERANGAN
*) untuk daerah yang belum ada pejabat publik yang berwenang untuk itu, dapat
menggunakan surat kuasa di bawah tangan.
**) untuk yang terkena obyek BPHTB dan atau PPh.



6.PERALIHAN HAK – PEMBAGIAN HAK BERSAMA

PERSYARATAN
1. Surat :
a. Permohonan;
b. Kuasa otentik, jika permohonannya dikuasakan*).
2. Sertipikat hak atas tanah/sertipikat HMSRS.
3. Akta Pembagian Hak Bersama dari PPAT.
4. Fotocopy identitas diri pemegang hak, penerima hak dan atau kuasanya yang
dilegalisir oleh pejabat yang berwenang .
5. Bukti pelunasan **):
a. BPHTB;
b. PPh Final.
6. Foto copy SPPT PBB tahun berjalan
7. Ijin Pemindahan Hak, dalam hal di dalam sertipikat/keputusannya dicantumkan tanda
yang menyatakan bahwa hak tersebut hanya boleh dipindahtangankan apabila telah
diperoleh ijin dari instansi yang berwenang;

BIAYA
Rp. 25.000,-/ Sertipikat

WAKTU
Paling Lama 5 (lima) hari

KETERANGAN
*) untuk daerah yang belum ada pejabat publik yang berwenang untuk itu, dapat
menggunakan surat kuasa di bawah tangan.
**) untuk yang terkena obyek BPHTB dan atau PPh



7.HAK TANGGUNGAN (HT)

PERSYARATAN
1. Surat :
a. Permohonan dari Penerima Hak Tanggungan (Kreditur);
b. Kuasa otentik, jika permohonannya dikuasakan*)
2. Sertipikat hak atas tanah/Sertipikat HMSRS
3. Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT).
4. Salinan APHT yang sudah diparaf oleh PPAT yang bersangkutan untuk disahkan
sebagai salinan oleh Kepala Kantor untuk pembuatan sertipikat Hak Tanggungan.
5. Fotocopy identitas diri pemberi HT (debitrur), penerima HT (Kreditur) dan atau
kuasanya yang dilegalisir oleh pejabat yang berwenang .
6. Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT) apabila Pemberian Hak Tanggungan
melalui Kuasa.

BIAYA
Rp. 25.000,-

WAKTU
hari ke 7

KETERANGAN
*) untuk daerah yang belum ada pejabat publik yang berwenang untuk itu, dapat
menggunakan surat kuasa di bawah tangan.

Catatan :
untuk pelayanan ini dikenakan biaya sebesar Rp. 25.000 dikalikan banyaknya hak atas
tanah obyek HT.



8.HAPUSNYA HAK TANGGUNGAN – ROYA

PERSYARATAN
1. Surat Permohonan dari pemegang hak atau kuasanya.
2. Fotocopy identitas diri pemegang hak, dan atau kuasanya yang dilegalisir oleh
pejabat yang berwenang dengan memperlihatkan aslinya.
3. Sertipikat hak atas tanah /Sertipikat HMSRS dan Sertipikat Hak Tanggungan.
4. Surat Pernyataan dari kreditur bahwa hutangnya telah lunas atau Pembersihan HT
berdasarkan penetapan peringkat oleh Ketua Pengadilan;

BIAYA
Rp. 25.000,-

WAKTU
Paling lama 7 (tujuh) hari

KETERANGAN
Catatan :
- Roya 1 (satu) HT yang membebani 1 (satu) hak atas tanah dikenakan biaya sebesar
Rp. 25.000;
- Roya 1 (satu) HT yang membebani lebih dari 1 (satu) hak atas tanah dikenakan biaya
sebesar Rp. 25.000 dikalikan banyaknya hak atas tanah obyek HT.
- Roya lebih dari 1 (satu) HT yang membebani 1 (satu) hak atas tanah obyek HT
dikenakan biaya sebesar Rp. 25.000 dikalikan banyaknya hak tanggungan yang dihapus
- Roya lebih dari 1 (satu) HT yang membebani lebih dari 1 (satu) hak atas tanah
obyek HT dikenakan biaya sebesar Rp. 25.000 dikalikan banyaknya HT dan dikalikan
dengan banyak obyek hak atas tanah obyek HT.


Gimana Kalo yang urusan yang ini ??

9.PEMECAHAN SERTIPIKAT - PERORANGAN

10.PEMISAHAN SERTIPIKAT - PERORANGAN

11.PENGGABUNGAN SERTIPIKAT – PERORANGAN

12.PERUBAHAN HAK MILIK UNTUK RUMAH TINGGAL DENGAN GANTI BLANKO

13.PERUBAHAN HAK MILIK UNTUK RUMAH TINGGAL TANPA GANTI BLANKO

14.GANTI NAMA


Nanti dilanjjuut tunggu ajaaa . . .

Selasa, 29 Desember 2009

klinik property ; yang harus diketahui mengenai ijin lokasi?

Dalam rangka pengaturan penanaman modal telah ditetapkan ketentuan mengenai keharusan diperolehnya Izin Lokasi sebelum suatu perusahaan memperoleh tanah yang diperlukan untuk melaksanakan rencana penanaman modalnya.

Pemberian Izin Lokasi tersebut pada dasarnya merupakan pengarahan lokasi penanaman modal sebagai pelaksanaan penataan ruang dalam aspek pertanahannya.

Pemberian Izin Lokasi tersebut telah diperluas sehingga meliputi juga izin untuk memperoleh tanah untuk keperluan yang tidak ada hubungannya dengan penanaman modal.

Untuk menjamin terlaksananya maksud Izin Lokasi sebagaimana dimaksud dalam peraturan penanaman modal termaksud di atas, perlu mengembalikan fungsi Izin Lokasi tersebut dan membatasinya untuk keperluan penanaman modal dengan menetapkan ketentuan umum mengenai Izin Lokasi dalam Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional.


UMUM

Dalam hal ini yang dimaksud dengan :
Izin Lokasi adalah
izin yang diberikan kepada perusahaan untuk memperoleh tanah yang diperlukan dalam rangka penanaman modal yang berlaku pula sebagai izin pemindahan hak, dan untuk menggunakan tanah tersebut guna keperluan usaha penanaman modalnya.

Perusahaan adalah perseorangan atau badan hokum yang telah memperoleh izin untuk penanaman modal di Indonesia sesuai ketentuan yang berlaku.

Group perusahaan adalah dua atau lebih badan usaha yang sebagian sahamnya dimiliki oleh orang atau oleh badan hukum yang sama baik secara langsung maupun melalui badan hukum lain, dengan jumlah atau sifat pemilikan sedemikian rupa, sehingga melalui pemilikan saham tersebut dapat langsung atau tidak langsung menentukan penyelenggaraan atau jalannya badan usaha.

Penanaman modal adalah usaha menanamankan modal yang menggunakan maupun yang tidak menggunakan fasilitas sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing sebagaimana telah diubah dengan Undangundang Nomor 11 Tahun 1970 dan Undang-undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 12 Tahun 1970.
Hak atas tanah adalah hak-hak atas tanah sebagaimana dimaksudkan
dalam Pasal 16 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960; Kantor Pertanahan adalah Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya.

Setiap perusahaan yang telah memperoleh persetujuan penanaman modal wajib mempunyai Izin Lokasi untuk memperoleh tanah yang diperlukan untuk melaksanakan rencana penanaman modal yang bersangkutan.

Izin Lokasi tidak diperlukan dan dianggap sudah dipunyai oleh
perusahaan yang bersangkutan dalam hal :

a. Tanah yang akan diperoleh merupakan pemasukan (inbreng) dari para pemegang saham.

b. Tanah yang akan diperoleh merupakan tanah yang sudah dikuasai oleh perusahaan lain dalam rangka melanjutkan pelaksanaan sebagian atau seluruh rencana penanaman modal perusahaan lain tersebut, dan untuk itu telah diperoleh persetujuan dari instansi yang berwenang.

c. Tanah yang akan diperoleh diperlakukan dalam rangka melaksanakan usaha industri
dalam suatu Kawasan Industri.

d.Tanah yang akan diperoleh berasal dari otorita atau badan penyelenggara pengembangan suatu kawasan sesuai dengan rencana tata ruang kawasan pengembangan tersebut.

e.Tanah yang akan diperoleh diperlukan untuk perluasan usaha yang sudah berjalan untuk perluasan itu telah diperoleh izin perluasan usaha sesuai ketentuan yang berlaku, sedangkan letak tanah tersebut berbatasan dengan lokasi usaha yang bersangkutan.

f. Tanah yang akan diperlukan untuk melaksanakan rencana penanaman modal tidak lebih
dari 25 Ha (dua puluh lima hektar) untuk usaha pertanian atau tidak lebih dari
10.000 m2 (sepuluh ribu meter persegi) untuk usaha bukan pertanian.

g. Tanah yang akan dipergunakan untuk melaksanakan rencana penanaman modal adalah
tanah yang sudah dipunyai oleh perusahaan yang bersangkutan, dengan ketentuan bahwa
tanah-tanah tersebut terletak di lokasi yang menurut Rencana Tata Ruang Wilayah yang
berlaku diperuntukkan bagi penggunaan yang sesuai dengan rencana penanaman modal yang bersangkutan.

Perusahaan yang bersangkutan memberitahukan rencana perolehan tanah dan atau penggunaan tanah yang bersangkutan kepada Kantor Pertanahan.


TANAH YANG DAPAT DITUNJUK DENGAN IZIN LOKASI

Tanah yang dapat ditunjuk dalam Izin Lokasi adalah :
Tanah yang menurut Rencana Tata Ruang Wilayah yang berlaku diperuntukkan bagi
penggunaan yang sesuai dengan rencana penanaman modal yang akan dilaksanakan oleh perusahaan menurut persetujuan penanaman modal yang dipunyainya.

Izin Lokasi dapat diberikan kepada perusahaan yang sudah mendapat persetujuan penanaman modal sesuai ketentuan yang berlaku untuk memperoleh tanah dengan luas tertentu sehingga apabila perusahaan tersebut berhasil membebaskan seluruh areal yang ditunjuk, maka luas penguasaan tanah oleh perusahaan tersebut dan perusahaan-perusahaan lain yang merupakan satu group perusahaan dengannya tidak lebih dari luasan sebagai berikut :

a. Untuk usaha pengembangan perumahan dan permukiman :
Kawasan perumahan - pemukiman :
1 (satu) propinsi : 400 Ha
Seluruh Indonesia : 4.000 Ha

Kawasan resort - perhotelan :
1 (satu) propinsi : 200 Ha
Seluruh Indonesia : 2.000 Ha

b.Untuk usaha kawasan Industri :
1 (satu) propinsi : 400 Ha
Seluruh Indonesia : 4.000 Ha

c. Untuk usaha Perkebunan yang diusahakan dalam bentuk Perkebunan besar dengan diberikan Hak Guna Usaha :
1)Komoditas tebu :
1 (satu) propinsi : 60.00 Ha
Seluruh Indonesia : 150.000 Ha

2)komoditas lainnya :
1 (satu) propinsi : 20.000 Ha
Seluruh Indonesia : 100.000 Ha

d. Untuk usaha Tambak
1)Di P. Jawa :
1 (satu) propinsi : 100 Ha
Seluruh Indonesia : 1.000 Ha

2)Diluar P Jawa :
1 (satu) propinsi : 200 Ha
Seluruh Indonesia : 2.000 Ha

Khusus untuk Propinsi Daerah Tingkat I Irian Jaya maksimum luas penguasaan tanah adalah dua kali maksimum luas penggunaan tanah untuk satu Propinsi di luar Jawa.

Untuk Keperluan menentukan luas areal yang ditunjuk dalam Izin Lokasi perusahaan pemohon wajib menyampaikan pernyataan tertulis mengenai luas tanah yang sudah dikuasai olehnya dan perusahaan-perusahaan lain yang merupakan group dengannya.

Ketentuan di dalam hal ini tidak berlaku untuk :

a. Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang berbentuk Perusahaan Umum (PERUM) dan Badan
Usaha Milik Daerah (BUMD).

b. Badan Usaha yang seluruh atau sebagian besar sahamnya dimiliki oleh Negara, baik
Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah.

c. Badan Usaha yang seluruh atau sebagian besar sahamnya dimiliki oleh
masyarakat dalam rangka "go public".


JANGKA WAKTU IZIN LOKASI

Izin Lokasi diberikan untuk jangka waktu sebagai berikut :
a. Izin Lokasi seluas sampai dengan 25 Ha : 1 (satu) tahun;
b. Izin Lokasi seluas lebih dari 25 Ha s/d 50 Ha : 2 (dua) tahun;
c. Izin Lokasi seluas lebih dari 50 Ha : 3 (tiga) tahun.

Perolehan tanah oleh pemegang Izin Lokasi harus diselesaikan dalam jangka waktu Izin Lokasi. Apabila dalam jangka waktu Izin Lokasi kemudian perolehan tanah belum selesai, maka Izin Lokasi dapat diperpanjang jangka waktunya selama 1 (satu) tahun apabila tanah yang sudah diperoleh mencapai lebih dari 50% dari luas tanah yang ditunjuk dalam Izin Lokasi.

Apabila perolehan tanah tidak dapat diselesaikan dalam jangka waktu Izin Lokasi, termasuk perpanjangannya, maka perolehan tanah tidak dapat lagi dilakukan oleh pemegang Izin Lokasi dan terhadap bidang-bidang tanah yang sudah diperoleh dilakukan tindakan sebagai berikut :

a. Dipergunakan untuk melaksanakan rencana penanaman modal dengan penyesuaian mengenai luas pembangunan, dengan ketentuan bahwa apabila diperlukan masih dapat dilaksanakan perolehan tanah sehingga diperoleh bidang tanah yang merupakan satu kesatuan bidang.

b. Dilepaskan kepada perusahaan atau pihak lain yang memenuhi syarat.


TATA CARA PEMBERIAN IZIN LOKASI

Izin Lokasi diberikan berdasarkan peritmbangan mengenai aspek penguasaan tanah dan tata guna tanah yang meliputi keadaan hak serta penguasaan tanah yang bersangkutan, penilaian fisik wilayah, penggunaan tanah, serta kemampuan tanah.

Surat keputusan pemberian Izin Lokasi ditandatangani oleh Bupati/Walikotamadya atau, untuk Daerah Khusus Ibukota Jakarta, oleh Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta diadakan rapat koordinasi antar instansi terkait, yang dipimpin oleh Bupati/Walikotamadya atau, untuk Daerah Khusus Ibukota Jakarta, oleh Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta, atau oleh pejabat yang ditunjuk secara tetap olehnya.

Bahan-bahan untuk keperluan pertimbangan dan rapat koordinasi sebagaimana mana yang dimaksud diatas harus dipersiapkan oleh Kepala Kantor Pertanahan.

Rapat koordinasi yang dimaksud harus disertai konsultasi dengan masyarakat pemegang hak atas tanah dalam lokasi yang dimohon.

Konsultasi tersebut meliputi empat aspek sebagai berikut :
a. Penyebarluasan informasi mengenai rencana penanaman modal yang akan dilaksanakan,
ruang lingkup dampaknya dan rencana perolehan tanah serta penyelesaian masalah
yang berkenaan dengan perolehan tanah tersebut.

b. Pemberian kesempatan kepada pemegang hak atas tanah untuk memperoleh penjelasan
tentang rencana penanaman modal dan mencari alternatif pemecahan masalah yang
ditemui.

c. Pengumpulan informasi langsung dari masyarakat untuk memperoleh data social dan
lingkungan yang diperlukan.

d. Peran serta masyarakat berupa usulan tentang alternatif bentuk dan besarnya ganti
kerugian dalam perolehan tanah dalam pelaksanaan Izin Lokasi.

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian Izin Lokasi ditetapkan oleh Bupati/Walikotamadya atau, untuk Daerah Khusus Ibukota Jakarta, oleh Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta.

Catatan :
Sebelum ketentuan ditetapkan pemberian Izin Lokasi dilaksanakan menurut Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan nomor 2 Tahun 1993 tentang Tata Cara Memperoleh Izin Lokasi dan Hak Atas Tanah Dalam Rangka Penanaman Modal dan ketentuan pelaksanaannya dengan penyesuaian seperlunya sesuai dengan ketentuan yang berlaku.


HAK DAN KEWAJIBAN PEMEGANG IZIN LOKASI

Pemegang Izin Lokasi diizinkan untuk membebaskan tanah dalam areal Izin Lokasi dari hak dan kepentingan pihak lain berdasarkan kesepakatan dengan pemegang hak atai pihak yang mempunyai kepentingan tersebut dengan cara jual beli, pemberian ganti kerugian, konsolidasi tanah atau cara lain sesuai ketentuan yang berlaku.

Sebelum tanah yang bersangkutan dibebaskan oleh pemegang Izin Lokasi sesuai ketentuan diatas, maka semua hak atau kepentingan pihak lain yang sudah ada atas tanah yang bersangkutan tidak berkurang dan tetap diakui, termasuk kewenangan yang menurut hukum dipunyai oleh pemegang hak atas tanah untuk memperoleh tanda bukti hak (sertifikat), dan kewenangan untuk menggunakan dan memanfaatkan tanahnya bagi keperluan pribadi atau usahanya sesuai rencana tata ruang yang berlaku, serta kewenangan untuk mengalihkannya kepada pihak lain.

Pemegang tanah yang bersangkutan dibebaskan dari pihak-pihak lain atas tanah yang belum dibebaskan, tidak menutup atau mengurangi aksebilitas yang dimiliki masyarakat di sekitar lokasi, dan menjaga serta melindungi kepentingan umum.

Sesudah tanah yang bersangkutan dibebaskan dari hak dan kepentingan pihak lain, maka kepada pemegang Izin Lokasi dapat diberikan hak atas tanah yang memberikan kewenangan kepadanya untuk menggunakan tanah tersebut sesuai dengan keperluan untuk melaksanakan rencana penanaman modalnya.

Pemegang Izin Lokasi berkewajiban untuk melaporkan secara berkala setiap 3(tiga) bulan kepada Kepala Kantor Pertanahan mengenai perolehan tanah yang sudah dilaksanakan berdasarkan Izin Lokasi dan pelaksanaan penggunaan tanah tersebut.












F 1 n 1 s h

klinik property ; bedanya status hm, hgb, hgu, hp atas tanah

Klinik property ; apa sih perbedaan status hak guna usaha, hak guna bangunan dan hak pakai atas tanah ?

Sehari hari rekan rekan tak lagi asing denger istilah HGU HGB dan HP, gak salah kalo kite pertajem lagi minimal tau dikit untuk nambah info ini sapa tau ada manfaat dan ada pengalaman yang mau bagi bagi pengalaman dari rekan2 silahkan aja…

Latar belakang
Adanya penataan status hgu, hgb dan hp :

Penataan penguasaan tanah oleh Negara diarahkan agar pemanfaatannya dapat mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia,
sedangkan penataan penggunaan nya tanah dilaksanakan secara berencana guna mewujudkan kemakmuran rakyat yang sebesar-besarnya.

Akan bermanfaat dan lebih bermartabat jika ini dilaksanakaan yaa gaak….

Penataan penggunaan tanah perlu memperhatikan hak hak rakyat atas tanah, fungsi sosial hak atas tanah, batas maksimum pemilikan tanah, termasuk berbagai upaya untuk mencegah pemusatan penguasaan tanah yang merugikan kepentingan rakyat. Kelembagaan pertanahan disempurnakan, agar semakin terwujud sistem pengelolaan pertanahan yang terpadu, serasi, efektif dan efesien, yang meliputi tertib administrasi hidup.

Kegiatan pengembangan administrasi pertanahan perlu ditingkatkan dan ditunjang dengan perangkat analisis dan perangkat informasi pertanahan yang makin baik.

Nah ini baru pengayom masyarakat yang benar dan sehat

Dasar hukumnya dan Tujuan :
Dengan makin rumitnya masalah pertanahan dan makin besarnya keperluan akan
ketertiban di dalam pengelolaan pertanahan, makin dirasakan keperluan akan adanya peraturan pelaksanaan Undang-Undang Pokok Agraria yang tingkatnya lebih tinggi, yaitu dalam bentuk Peraturan Pemerintah, yang menerapkan ketentuan lebih lanjut mengenai hak-hak atas tanah yang diatur dalam Pasal 16 Undang-Undang Pokok Agraria, khususnya Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai.

Sebagai hak atas tanah yang masa berlakunya terbatas untuk jangka waktu tertentu Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai memerlukan kejelasan mengenai beberapa hal, antara lain :
mengenai persyaratan perolehannya, kewenangan dan kewajiban pemegangnya, dan status tanah dan benda-benda di atasnya sesudah hak itu habis jangka waktunya. Kejelasan itu sangat diperlukan untuk memberikan beberapa kepastian hukum, baik kepada pemegang hak, kepada Pemerintah sebagai pelaksana Undang-Undang Pokok Agraria, maupun kepada pihak ketiga.


Oke deh.. berikut ciri ciri khas identik dari masing masing hgu, hgb dan hp ;

1. HAK GUNA USAHA di berikan pada;
( Subyek Hak Guna Usaha Yang dapat mempunyai Hak Guna Usaha )
a. Warga Negara Indonesia.
b. Badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia.

Pemegang Hak Guna Usaha yang tidak memenuhi syarat diatas maka
dalam jangka waktu satu tahun harus melepaskan atau mengalihkan Hak Guna Usaha itu
kepada pihak lain supaya memenuhi syarat.
Apabila dalam jangka dalam waktu satu tahun tidak dilepaskan atau dialihkan, maka Hak Guna Usaha tersebut hapus karena hukum dan tanahnya menjadi tanah Negara.

2. Luas yang dapat dikuasai ;
Luas minimum tanah yang dapat diberikan Hak Guna Usaha adalah lima hektar.
Luas maksimum tanah yang dapat diberikan Hak Guna Usaha kepada perorangan adalah dua
puluh lima hektar.

3. Jenis Tanah Yang Dapat Diberikan Dengan Hak Guna Usaha
Tanah Negara.
Tanah Negara yang merupakan kawasan hutan, maka pemberian Hak Guna Usaha dapat
dilakukan setelah tanah yang bersangkutan dikeluarkan dari statusnya sebagai kawasan hutan.
Pemberian Hak Guna Usaha atas tanah yang telah dikuasai dengan hak tertentu sesuai
ketentuan yang berlaku, pelaksanaan ketentuan Hak Guna Usaha tersebut baru dapat
dilaksanakan setelah terselesaikannya pelepasan hak tersebut sesuai dengan tata cara yang
diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.

4. Jangka Waktu Hak Guna Usaha
Hak Guna Usaha diberikan untuk jangka waktu paling lama tiga puluh lima tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu paling lama dua puluh lima tahun.
Sesudah jangka waktu Hak Guna Usaha dan perpanjangannya berakhir, kepada pemegang hak dapat diberikan pembaharuan Hak Guna Usaha di atas tanah yang sama.

Hak Guna Usaha dapat diperpanjang atas permohonan pemegang hak, jika memenuhi syarat :
a. Tanahnya masih diusahakan dengan baik sesuai dengan keadaan, sifat dan tujuan pemberian
hak tersebut.
b. Syarat-syarat pemberian hak tersebut dipenuhi dengan baik oleh pemegang hak; dan
c. Pemegang hak masih memenuhi syarat sebagai pemegang hak.

Hak Guna Usaha dapat diperbaharui atas permohonan pemegang hak, jika memenuhi syarat :
a. tanahnya masih diusahakan dengan baik sesuai dengan keadaan, sifat dan tujuan pemberian
hak tersebut.
b. syarat-syarat pemberian hak tersebut dipenuhi dengan baik oleh pemegang hak.
c. pemegang hak masih memenuhi syarat sebagai pemegang hak.

Catatan :
Permohonan perpanjangan jangka waktu Hak Guna Usaha atau pembaharu-annya diajukan
selambat-lambatnya dua tahun sebelum berakhirnya jangka waktu Hak Guna Usaha tersebut.

Ketentuan mengenai tata cara permohonan perpanjangan atau pembaharuan Hak Guna Usaha dan persyaratannya diatur lebih lanjut dengan Keputusan Presiden.

5. Peralihan Hak Guna Usaha
Hak Guna Usaha dapat beralih atau dialihkan kepada pihak lain.
Peralihan Hak Guna Usaha terjadi dengan cara :
a. Jual beli.
b. Tukar menukar.
c. Penyertaan dalam modal.
d. Hibah.
e. Pewarisan.

Peralihan Hak Guna Usaha karena jual beli kecuali melalui lelang, tukar menukar, penyertaan
dalam modal, dan hibah dilakukan dengan akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah.
Jual beli dilakukan melalui pelelangan dibuktikan dengan Berita Acara Lelang.
Peralihan Hak Guna Usaha karena warisan harus dibuktikan dengan surat wasiat atau surat
keterangan waris yang dibuat oleh instansi yang berwenang.

6. Hapusnya Hak Guna Usaha
Hak Guna Usaha hapus karena :
a. Berakhirnya jangka waktu sebagaimana ditetapkan dalam keputusan pemberian atau
perpanjangannya.
b. Dibatalkan haknya oleh pejabat yang berwenang sebelum jangka waktunya berakhir karena :
1) Tidak terpenuhinya kewajiban-kewajiban pemegang hak dan/atau dilanggarnya
ketentuan ketentuan diatas.
2) Putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
c. Dilepaskan secara sukarela oleh pemegang haknya sebelum jangka waktunya berakhir;
d. Dicabut berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1961.
e. Ditelantarkan.
f. Tanahnya musnah.

catatan :
Hapusnya Hak Guna Usaha mengakibatkan tanahnya menjadi Tanah Negara.

1. HAK GUNA BANGUNAN diberikan pada :
( Subyek Hak Guna Bangunan Yang dapat menjadi pemegang Hak Guna Bangunan ) :
a. Warga Negara Indonesia.
b. Badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia.

Tanah Yang Dapat Diberikan Dengan Hak Guna Bangunan
adalah :
a. Tanah Negara.
b. Tanah Hak Pengelolaan.
c. Tanah Hak Milik.

2. Terjadinya Hak Guna Bangunan
Hak Guna Bangunan atas tanah Negara diberikan dengan keputusan pemberian hak oleh Menteri
atau pejabat yang ditunjuk.
Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Pengelolaan diberikan dengan keputusan pemberian hak oleh
Menteri atau pejabat yang ditunjuk berdasar-kan usul pemegang Hak Pengelolaan.
Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Milik terjadi dengan pemberian oleh pemegang Hak Milik
dengan akta yang dibuat oeh Pejabat Pembuat Akta Tanah.
Ketentuan mengenai tata cara pemberian dan pendaftaran Hak Guna Bangunan atas tanah Hak
Milik diatur lebih lanjut dengan Keputusan Presiden.

3. Jangka Waktu Hak Guna Bangunan
Hak Guna Bangunan diberikan untuk jangka waktu paling lama tiga puluh tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu paling lama dua puluh tahun.
Sesudah jangka waktu Hak Guna Bangunan dan perpanjangannya telah berakhir, kepada bekas pemegang hak dapat diberikan pembaharuan Hak Guna Bangunan
di atas tanah yang sama.
Hak Guna Bangunan atas tanah Negara dengan permohonan pemegang hak dapat diperpanjang atau diperbaharui, jika memenuhi syarat :
a. Tanahnya masih dipergunakan dengan baik sesuai dengan keadaan, sifat dan tujuan pemberian
hak tersebut.
b. Syarat-syarat pemberian hak tersebut dipenuhi dengan baik oleh pemegang hak; dan
c. Pemegang hak masih memenuhi syarat sebagai pemegang hak.
d. Tanah tersebut masih sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah yang bersangkutan.

Catatan :
Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Pengelolaan diperpanjang atau diper-baharui atas
permohonan pemegang Hak Guna Bangunan setelah mendapat persetujuan dari pemegang
Hak Pengelolaan.
Hak Guna Bangunan dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani Hak Tanggungan.

4. Peralihan Hak Guna Bangunan
Hak Guna Bangunan dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain.
Peralihan Hak Guna Bangunan terjadi karena :
a. Jual beli.
b. Tukar menukar.
c. Penyertaan dalam modal.
d. Hibah.
e. Pewarisan.

Catatan :
Peralihan Hak Guna Bangunan karena jual beli kecuali jual beli melalui lelang, tukar menukar, penyertaan dalam modal, dan hibah harus dilakukan dengan akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah.
Jual beli yang dilakukan melalui pelelangan dibuktikan dengan Berita Acara Lelang.
Peralihan Hak Guna Bangunan karena pewarisan harus dibuktikan dengan surat wasiat atau surat keterangan waris yang dibuat oleh instansi yang berwenang.
Peralihan Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Pengelolaan harus dengan persetujuan tertulis dari pemegang Hak Pengelolaan.
Peralihan Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Milik harus dengan persetujuan tertulis dari
pemegang Hak Milik yang bersangkutan.


5. Hapusnya Hak Guna Bangunan
Hak Guna Bangunan hapus karena :
a. Berakhirnya jangka waktu sebagaimana ditetapkan dalam keputusan pemberian atau
perpanjangannya atau dalam perjanjian pemberiannya;
b. Dibatalkan oleh pejabat yang berwenang, pemegang Hak Pengelolaan atau pemegang Hak
Milik sebelum jangka waktunya berakhir, karena :
1) tidak dipenuhinya kewajiban-kewajiban pemegang hak dan/atau dilanggarnya
ketentuanketentuan diatas.
2) tidak dipenuhinya syarat-syarat atau kewajiban-kewajiban yang tertuang dalam perjanjian
pemberian Hak Guna Bangunan antara pemegang Hak Guna Bangunan dan pemegang
Hak Milik atau perjanjian penggunaan tanah Hak Pengelolaan.
3) putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap.

c. Dilepaskan secara sukarela oleh pemegang haknya sebelum jangka waktu berakhir;
d. Dicabut berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1961.
e. Ditelantarkan.
f. Tanahnya musnah.

1. PEMBERIAN HAK PAKAI
Yang dapat mempunyai Hak Pakai adalah :
a. Warga Negara Indonesia.
b. Badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia.
c. Departemen, Lembaga Pemerintah Non Departemen, dan Pemerintah Daerah.
d. Badan-badan keagamaan dan social.
e. Orang asing yang berkedudukan di Indonesia.
f. Badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia.
g. Perwakilan negara asing dan perwakilan badan Internasional.

Catatan :
Pemegang Hak Pakai yang tidak lagi memenuhi syarat dalam waktu satu tahun wajib melepaskan atau mengalihkan hak itu pada pihak lain yang
memenuhi syarat.

Apabila dalam jangka waktu satu tahun haknya tidak dilepaskan atau
dialihkan, hak tersebut hapus karena hukum dengan ketentuan hak-hak pihak lain yang terkait di
atas tanah tersebut tetap diperhatikan.

Tanah Yang Dapat Diberikan Dengan Hak Pakai
a. Tanah Negara.
b. Tanah Hak Pengelolaan.
c. Tanah Hak Milik.

2. Terjadinya Hak Pakai
Hak Pakai atas tanah Negara diberikan dengan keputusan pemberian hak oleh Menteri atau
pejabat yang ditunjuk.
Hak Pakai atas Hak Pengelolaan diberikan dengan keputusan pemberian hak oleh Menteri atau
pejabat yang ditunjuk berdasarkan usul pemegang Hak Pengelolaan.
Ketentuan mengenai tata cara dan syarat permohonan dan pemberian Hak Pakai atas tanah Negara
dan tanah Hak Pengelolaan diatur lebih lanjut dengan Keputusan Presiden.

3. Jangka Waktu Hak Pakai
Hak Pakai diberikan untuk jangka waktu paling lama dua puluh lima tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu paling lama dua puluh tahun atau diberikan untuk jangka waktu yang tidak ditentukan selama tanahnya dipergunakan untuk keperluan tertentu.
Sesudah jangka waktu Hak Pakai atau perpanjangannya habis, maka kepada pemegang hak dapat diberikan pembaharuan Hak Pakai atas tanah yang sama.
Hak Pakai yang diberikan untuk jangka waktu yang tidak ditentukan selama dipergunakan untuk
keperluan tertentu dapat diberikan kepada :
a. Departemen, Lembaga Pemerintah Non Departemen, dan Pemerintah Daerah.
b. Perwakilan negara asing dan perwakilan badan Internasional.
c. Badan keagamaan dan badan sosial.

Hak Pakai atas tanah Negara dapat diperpanjang atas diperbaharui atas permohonan pemegang hak, jika memenuhi syarat :
a. Tanahnya masih dipergunakan dengan baik sesuai dengan keadaan, sifat dan tujuan pemberian
hak tersebut.
b. Syarat-syarat pemberian hak tersebut dipenuhi dengan baik oleh pemegang hak; dan pemegang hak masih memenuhi syarat yang sebagai pemegang hak.

Catatan :
Hak Pakai atas tanah Hak Pengelolaan dapat diperpanjang atau diperbaharui atas usul pemegang Hak Pengelolaan.
Permohonan perpanjangan jangka waktu Hak Pakai atau pembaharuan diajukan selambat lambatnya dua tahun sebelum berakhirnya jangka waktu Hak Pakai tersebut.
Hak Pakai atas tanah Hak Milik diberikan untuk jangka waktu paling lama dua puluh lima tahun dan tidak dapat diperpanjang.

4. Peralihan Hak Pakai
Hak Pakai yang diberikan atas tanah Negara untuk jangka waktu tertentu dan Hak Pakai atas
tanah Hak Pengelolaan dapat beralih dan dialihkan pada pihak lain.
Hak Pakai atas tanah Hak Milik hanya dapat dialihkan apabila hak tersebut dimungkinkan dalam
perjanjian pemberian Hak Pakai atas tanah Hak Milik yang bersangkutan.
Peralihan Hak Pakai terjadi karena :
a. Jual beli.
b. Tukar menukar.
c. Penyertaan dalam modal.
d. Hibah.
e. Pewarisan.

Catatan :
Peralihan Hak Pakai karena jual beli kecuali jual beli melalui lelang, tukar menukar, penyertaan dalam modal, dan hibah harus dilakukan dengan akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah.
Jual beli yang dilakukan melalui pelelangan dibuktikan dengan Berita Acara Lelang.
Peralihan Hak Pakai karena pewarisan harus dibuktikan dengan surat wasiat atau surat keterangan waris yang dibuat oleh instansi yang berwenang.
Peralihan Hak Pakai atas tanah Negara harus dilakukan dengan izin dari pejabat yang berwenang.
Pengalihan Hak Pakai atas tanah Hak Pengelolaan harus dilakukan dengan persetujuan tertulis dari pemegang Hak Pengelolaan.
Pengalihan Hak Pakai atas tanah Hak Milik harus dilakukan dengan persetujuan tertulis dari
pemegang Hak Milik yang bersangkutan.

5. Hapusnya Hak Pakai
Hak Pakai hapus karena :
a. berakhirnya jangka waktu sebagaimana ditetapkan dalam keputusan pemberian atau
perpanjangannya atau dalam perjanjian pemberiannya;
b. dibatalkan oleh pejabat yang berwenang, pemegang Hak Pengelolaan atau pemegang Hak
Milik sebelum jangka waktunya berakhir, karena :
Tidak dipenuhinya kewajiban-kewajiban pemegang hak.
Tidak dipenuhinya syarat-syarat atau kewajiban-kewajiban yang tertuang dalam perjanjian
pemberian Hak Pakai antara pemegang Hak Pakai dan pemegang Hak Milik atau
perjanjian penggunaan Hak Pengelolaan.
Putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap.
Dilepaskan secara sukarela oleh pemegang haknya sebelum jangka waktu berakhir.
Dicabut berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1961.
Ditelantarkan.
Tanahnya musnah.



F 1 n i s h . . .

Yeaah its show time !!